1 Alhamdulillahi rabbil alamin. Artinya adalah segala puji untuk Allah sebagai Tuhan segala semesta alam. Hakikat dan makna dari ayat ini adalah kita sebagai manusia sudah seharusnya memuji Allah sebagai Tuhan bagi segala makhlum yang ada di alam semesta, baik manusia, jin, hewan, tumbuhan, planet, galaksi dan segala yang ada di semesta ini.
TajwidSurat Al-Ikhlas Lengkap ♦ Ketika kita sedikit demi sedikit sudah memahami ilmu tajwid, maka secara otomatis bacaan Al-Quran akan menjadi enak untuk didengar. Karena sesuai dengan kaidah bacaan yang benar, caontohnya mengenai panjang pendek bacaan hurufnya. Dan ketika bacaan sudah enak didengar biasanya kita juga akan semangat untuk
HUKUMMEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT (Hadits lain), diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda: Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Fatihah Ayat 1 Aku memulai bacaan Al-Qur'an dengan menyebut nama Allah, nama teragung bagi satu-satunya tuhan yang patut disembah, yang memiliki seluruh sifat
BacaanAl Fatihah Untuk Orang Meninggal - Hukum Sedekah Al Fatihah Kepada Orang Yang Telah Meninggal Dunia Baca surat yasin dengan benar dan tartil, perhatikan tajwidnya. Dan saya sendiri melakukan hal tersebut" Apakah boleh berbuat begitu, apakah ia mengikut syariat. Tentu dengan tidak asal membaca ziarah, semua ada aturannya termasuk
MazhabHanbali berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah disunnahkan dibaca sirr atau pelan. Minimal dibaca di dalam hati. Pendapat Madzhab Hanbali ini sama seperti pendapat Madzhab Hanafi. Dalam hal ini, Mazhab Hanbali menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni:
B Imam Abu Hanifah membolehkan membaca Basmalah secara sir dalam tiap surat al Fatihah yang dibaca setiap rakaat. Karena itu mereka menganggap hukum sholatnya sah, hanya tidak disukai. Hadits tersebut sama dengan hadits; diperkenankan baginya untuk tidak membaca al Fatihah dan langsung mengikuti gerakannya. Mereka sepakat bahwa bacaan
sOxf7z. Halaman 1 dari 29 muka daftar isi Halaman 2 dari 29 muka daftar isi Halaman 3 of 29 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam terbitan KDT Surat Al-Fatihah Dalam Shalat Penulis, Ahmad Sarwat, Lc., MA 29 hlm Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Judul Buku Surat Al-Fatihah Dalam Shalat Penulis Ahmad Sarwat, Lc., MA Editor Al-Fatih Setting & Lay out Al-Fayyad Desain Cover Al-Fawwaz Penerbit Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Cetakan Pertama 19 Januari 2019 Halaman 4 of 29 Daftar Isi Daftar Isi.............................................................. 4 Pendahuluan........................................................ 6 A. Rukun Atau Bukan............................................ 8 1. Jumhur Rukun..................................................8 2. Al-Hanafiyah Bukan Rukun.............................10 3. Konsekuensi.....................................................10 a. Shalat Tidak Sah Bila Tidak Baca Al-Fatihah 10 b. Harus Dilafadzkan .......................................11 c. Berbahasa Arab ...........................................11 d. Dibaca Pada Tiap Rakaat .............................12 B. Apakah Makmum Wajib Membaca Al-Fatihah? ..13 1. Mazhab Al-Hanafiyah Haram .........................13 2. Mazhab As-Syafi'iyah Wajib ...........................14 a. Wajib Bagi Imam dan Makmum ..................15 b. Bagaimana Dengan Perintah Untuk Mendengarkan Bacaan Quran Imam? ........15 c. Pengecualian Bagi Masbuk..........................17 3. Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah ...........17 a. Shalat Jahriyah ............................................18 b. Shalat Sirriyah .............................................18 Halaman 5 of 29 C. Apakah Basmalah Termasuk Al-Fatihah? ..........19 1. Al-Hanafiyah Bukan Bagian Al-Fatihah ...........19 2. Al-Malikiyah Bukan Bagian Al-Fatihah............21 3. As-Syafi'iyah Bagian Dari Al-Fatihah ...............22 4. Al-Hanabilah Bagian Dari Al-Fatihah...............24 Penutup ............................................................. 26 Profil Penulis ..................................................... 28 Halaman 6 of 29 Pendahuluan Bismilllah washshalatu wassalamu ’ala rasulillah, wa ba’du. Surat Al-Fatihah diebut sebagai Ummul Quran, yaitu induk dari Al-Quran. Posisinya di dalam mushaf berada pada urutan pertama, sebagaimana makna kata Al-Fatihah yaitu pembuka. Dalam hal membaca surat Al-Fatihah ketika shalat, kita menemukan setidaknya ada tiga masalah utama yang perlu dibahas. ▪ Pertama, adanya perbedaan pandangan dari mazhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa surat Al-Fatihan bukan termasuk rukun shalat. ▪ Kedua, masalah hukum membaca surat Al- Fatihah bagi makmum. ▪ Ketiga, tentang membaca lafadz basmalah. Saya melihat tiga masalah ini cukup banyak diperdebatkan oleh para ulama di masa lalu. Dan ternyata di masa sekarang ini ternyata masih banyak kalangan awam yang meributkannya. Sebagian mengklaim bahwa penapatnya sendiri yang benar, sambil menunjuk temannya sebagai orang yang keliru dan salah jalan. Padahal kalau kita telurusui ke belakang di masa para ulama klasik, masalah yang juga klasik ini Halaman 7 of 29 ternyata masing-masing punya kekuatan dalil yang sama-sama kuat. Satu dengan yang lain tidak bisa saling mengangulir atau membatalkan. Walhasil, pada akhirnya memang harus bermuara kepada perbedaan pendapat yang baku dan resmi. Umat Islam tidak perlu cari keributan gara-gara masalah ini. Semua benar dan semua ada dalilnya. Tinggal masing-masing mengikuti saja apa yang telah dia pelajarinya dan dari apa yang telah diajarkan oleh guru dan mazhabnya masing- masing. Tanpa harus saling merasa benar sendiri lalu menyalahkan orang lain. Ahmad Sarwat, Lc.,MA Halaman 8 of 29 A. Rukun Atau Bukan Membaca surat Al-Fatihah dimasukkan sebagai rukun shalat oleh kebanyakan ulama, seperti mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al- Hanabilah. Sementara pendapat mazhab Al- Hanafiyah berbeda dengan mengatakan bahwa AlFatihah itu bukan rukun. 1. Jumhur Rukun Jumhur ulama seperti mazhab Al-Malikiyah, Asy- Syafi’iyah dan Al-Hanabilah sepakat menyebutkan bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat, dimana shalat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Dalil yang mereka kemukakan adalah hadits nabawi yang secara tegas menyebutkan tidak sahnya shalat tanpa membaca surat Al-Fatihah ََلاَ اصلَااةَلِام ْنََالَْياْقارأََِْبَُِمَالُقْرآ ِن Dari Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran surat Al-Fatihah\"HR. Bukhari Muslim َام ْنَقاارأاَِبُِمَالْ ِكتاا ِبَفااق ْدَأا ْجازأا َْتَ اعْنهَُاوام ْنَازاادَفا ُهاو َ أافْ اض َُل Siapa yang membaca Ummul Kitab Al-Fatihah Halaman 9 of 29 maka telah sah shalatnya. Siapa yang mengambahi dengan ayat Quran setelahnya, maka lebih utama. HR. Muslim َفاامِهْناَيَاصَِخلّادىاٌَجَاصفااِهلًةايَََالِْخَياادْاقارأٌْجََفِاغيْْاَهيُاَََاتاِابُِمَمََالُْقْرآ ِنَفاَِه ايَ ِخ ادا ٌج Orang yang shalat tidak membaca Ummul Quran, maka shalatnya terputus, shalatnya terputus, shalatnya terputus tidak sempurna. HR. Muslim َإِاوِاذباااََقُْامشاءااتََاَفاَّّلتالُاَوأاَّجْنْهَتاْاقتارأََاإََِالَالِْقْبلاِةَفا اكِّْبََُثَّاقْارأَِْبُِمَالُْقْرآ ِن Bila kamu telah berdiri dan menghadap kiblat, mulailah takbiratul ihram kemudian bacalah Ummul Quran diteruskan dengan ayat yang kamu ََََُداَََِْْلَّاّالصِلَْمَلَّْيُادواَُْاتولأاََياّوةااَِخَلْلاَلَآثّيَااافنِةَياَاةابِْمَِناُنَثَََّااعلَْابّربااكااَقاعَارِةسَِارمَْكَااعقْاْاةلاَاْبلمُِاَعبثّلَْْبانقاَاقْاصامْياَرَِةَِِففساََاقابْلاَرثأّاِناََنِِأايافِِةَبَأاََفاّواقِاحلاارأاَِز Dari Qais bin Abi Hazim, dia berkata,”Aku shalat di belakang Ibnu Abbas di Bashrah. Beliau membaca di rakaat pertama alhamdulillah surat Al-Fatihah dan awal ayat surat Al- 1 Al-Imam Al-Baihaqi, Al-Qira’ah Khalfal Imam, hal. 15 Halaman 10 of 29 Baqarah. Kemudian beliau berdiri di rakaat kedua membaca alhamdulillah surat Al- Fatihah dan awal kedua kemudian beliau ruku’.2 2. Al-Hanafiyah Bukan Rukun Namun mazhab Al-Hanafiyah agak sedikit berbeda. Mereka menyebutkan bahwa meski surat Al-Fatihah ini tetap harus dibaca, namun kedudukan surat Al-Fatihah bukan termasuk rukun di dalam shalat. Menurut mereka, kedudukannya sebatas pada wajib saja. Dasar pendapat Al-Hanafiyah ini merujuk kepada ayat Al-Quran tentang apa yang harus dibaca di dalam shalat فااقْارءُواَاماَتايا َّساَرَِم انََالُْقْرآ َِن Maka bacalah apa yang mudah dari ayat Al- Quran. 20 3. Konsekuensi Dalam pandangan jumhur ulama surat Al- Fatihah menempati rukun shalat pada tiap rakaatnya, maka ada konsekuensinya, yaitu a. Shalat Tidak Sah Bila Tidak Baca Al-Fatihah Surat Al-Fatihah wajib dibaca dalam shalat. Bila tidak dibaca sama sekali, maka shalatnya itu kekurangan rukun. Shalat yang kekurangan rukun, maka shalat itu menjadi tidak sah. Termasuk juga bila tidak lengkap dalam 2 Al-Imam Al-Baihaqi, Al-Qira’ah Khalfal Imam, hal. 16 Halaman 11 of 29 membacanya, maka shalatnya pun menjadi tidak sah juga. Sebagaimana kita tahu bahwa surat Al- Fatihah itu terdiri dari tujuh ayat. Maka ketujuh ayatnya harus dibaca semua. Bila ada satu ayat yang tidak dibaca, maka belum shalat yang dilakukan. b. Harus Dilafadzkan Yang dimaksud dengan membaca disini harus dilafadzkan dengan menggunakan mulut dan semua titik-titik artikulasinya. Bacaan shalat itu bukan sesuatu yang dibatin di dalam hati. Tinggal nanti kita bicara apakah membacanya mau dikeraskan jahr atau dilirihkan sir. Namun mulutnya tetap harus berkomat-kamit, tidak diam saja dengan alasan membaca dalam hati. Orang yang shalat tapi tidak melafadzkan surat Al-Fatihah, baik jahr atau sirr, maka shalatnya belum sah dan belum diterima di sisi Allah SWT. Bukan berarti disini Allah Tuhan yang tuli dan tidak mendengar kalau Al-Fatihah tidak dilafadzkan. Naudzubillah atas tuduhan yang keji seperti itu. Tetapi Allah SWT sebagai Penentu syariah, maka Dia telah membuat berbagai macam ketentuan yang telah disampaikan lewat risalah nabi-Nya. Dan salah satu ketentuannya bahwa shalat harus melafadzkan surat Al-Fatihah dengan mulut. c. Berbahasa Arab Surat Al-Fatihah harus dibaca teks arabnya dan bukan terjemahannya. Meski punya makna yang Halaman 12 of 29 sama, namun karena shalat adalah ibadah ritual ghairu ma’qulil ma’na غير معقول المعنىdimana tidak bisa dicerna pakai akal. Dalam hal ini kita tidak lagi berbicara tentang mengerti isi kandungan surat atau tidak. Bicara mengenai isi kandungan surat bukan di dalam shalat, melainkan dalam kajian ilmu tafsir. Sementara shalat adalah ritual peribadatan, tidak melihat apakah seseorang paham dengan yang dibacanya atau tidak. Yang menjadi ukuran justru apakah seseorang membaca dan melafadzkannya atau tidak ketika sedang shalat. Walaupun barangkali lahjah dan dialeknya kurang benar ketika melafadzkan surat Al-Fatihah dalam bahasa Arab, namun asalkan sudah membacanya, maka sudah sah shalatnya dan diterima. d. Dibaca Pada Tiap Rakaat Setiap shalat terdiri dari beberapa rakaat. Shalat Subuh dua rakaat, Shalat Maghrib tiga rakaat dan shalat Zhuhur, Ashar dan Isya empat rakaat. Maka kewajiban membaca surat Al-Fatihah ini berlaku pada tiap rakaatnya. Bila adarakaat yang tidak dibaca di dalamnya surat Al-Fatihah, maka shalat itu tidak sah. Halaman 13 of 29 B. Apakah Makmum Wajib Membaca Al-Fatihah? Ketentuan bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat adalah pendapat jumhur ulama, khususnya bagi orang yang shalat sendirian munfarid atau bagi imam yang memimpin shalat. Namun para ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca surat Al-Fatihah bagi makmum yang shalat dibelakang imam, apakah tetap wajib membacanya, ataukah bacaan imam sudah cukup bagi makmum, sehingga tidak perlu lagi membacanya? 1. Mazhab Al-Hanafiyah Haram Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa makmum secara mutlak tidak perlu membaca surat Al-Fatihah, baik di dalam shalat jahriyah atau pun sirriyah. Mereka bahkan mereka sampai ke titik mengharamkan makmum untuk membaca Al- Fatihah di belakang imam. Dasar pelarangan ini adalah ayat Al-Quran yang turun berkenaan dengan kewajiban mendengarkan bacaan imam. اوإِاذاَقُِر اَئَالُْقْرآ ُنََفاا ْستا ِمعُواَلاهََُاوأانْ ِصَتُوا Dan apabila dibacakan Al-Quran, dengarkan lah dan diam lah. QS. Al-A’raf 204 Abu Bakar Al-Jashshash w. 370 H dalam kitab Halaman 14 of 29 tafsirnya Ahkamul Quran menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini dalam kasus makmum membaca Al-Fatihah dan ayat Al-Quran di belakang imam. َاع ْنَابْ ِنَ اعَبّاسَأنهَقالَإنَالنبيَاََّّللَقاارأاَِفَال َّصالِةَاوقاارأا َاماعهُ َأا ْص احابُهُ َفخلطوا َعليه َفنزل َوإذا َقرى َالقرآن فاستمعواَلهَوأنصتوا Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW membaca Al-Quran dalam shalat, namun para shahabat masing-masing ikut membaca pula. Maka terjadi kerancuan. Lalu turunlah ayat ini Apabila sedang dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan Dalam mazhab ini, minimal yang bisa dianggap sebagai bacaan Al-Quran adalah sekadar 6 huruf dari sepenggal ayat. Seperti mengucapkan tsumma nazhar, dimana di dalam lafaz ayat itu ada huruf tsa, mim, mim, nun, dha' dan ra'. Namun ulama mazhab ini yaitu Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan minimal harus membaca tiga ayat yang pendek, atau satu ayat yang panjangnya kira-kira sama dengan tiga ayat yang pendek. 4 2. Mazhab As-Syafi'iyah Wajib 3 Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Quran, jilid 4 hal. 215 4 Addur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 415, Fathul Qadir jilid 1 hal. 193-205322, Al-Badai' jilid 1 hal. 110, Tabyinul Haqaiq jilid 1 hal. 104 Halaman 15 of 29 Mazhab As-syafi'iyah mewajibkan makmum dalam shalat jamaah untuk membaca surat Al- Fatihah. Dasarnya karena kedudukan surat Al- Fatihah merupakan rukun dalam shalat. Siapa saja yang melakukan ibadah shalat, mau tidak mau dia wajib membacanya. a. Wajib Bagi Imam dan Makmum Kalau tidak membacanya, tidak perduli apakah dia shalat sendiri, atau sebagai imam atau pun juga sebagai makmum, maka shalatnya tidak sah dan tidak diterima Allah SWT. Dasarnya adalah serangkaian hadits-hadits shahih yang sudah disebutkan di atas tadi. Salah satunya hadits berikut ini ََلاَ اص َلااةَلِام ْنََالَْياْقارأَِْبَُِمَالُقْرآ ِن Dari Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran surat Al-Fatihah\"HR. Bukhari Muslim b. Bagaimana Dengan Perintah Untuk Mendengarkan Bacaan Quran Imam? Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan larangan dalam Al-Quran? Bukankah ayatnya memerintahkan bila seorang sedang dibacakan Al-Quran untuk mendengarkannya saja? اوإِاذاَقُِر ائََالُْقْرآ َُنَفاا ْستا ِمعُواَلاهََُاوأانْ ِصتُوا Dan apabila dibacakan Al-Quran, dengarkan lah dan diam lah. QS. Al-A’raf 204 Halaman 16 of 29 Disini ada dua dalil yang secara sekilas bertentangan ▪ Dalil Pertama kewajiban membaca surat Al- Fatihah, dimana shalat menjadi tidak sah kalau tidak membacanya. ▪ Dalil Kedua kewajiban mendengarkan bacaan surat Al-Fatihah yang dibaca imam. Dalam hal ini mazhab Asy-syafi’iyah nampaknya menggunakan tariqatul-jam’i طريقة الجمع, yaitu menggabungkan dua dalil yang sekilas bertentangan, sehingga keduanya bisa tetap diterima dan dicarikan titik-titik temu di antara keduanya. Thariqatul-jam’i yang diambil adalah ketika imam membaca surat Al-Fatihah, makmum harus mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam, lalu mengucapkan lafadz amin’ bersama-sama dengan imam. Begitu selesai mengucapkan, masing-masing makmum membaca sendiri-sendiri surat Al-Fatihah secara sirr tidak terdengar. Dalam hal ini, imam yang mengerti thariqatul- jam’i yang diambil oleh mazhab Asy-Syafi’iyah ini akan memberikan jeda sejenak, sebelum memulai membaca ayat-ayat Al-Quran berikutnya. Dan jeda itu bisa digunakan untuk bernafas dan beristirahat sejenak. Lagi pula, sebab nuzul perintah untuk mendengarkan bacaan imam itu bukan karena makmum masing sibuk membaca Al-Quran. Tetapi karena memang sebelumnya syariat shalat masih membolehkan berbicara satu sama lain di dalam Halaman 17 of 29 shalat. Sebagaimana hadits berikut ini ََاكَاكََلَِلَااَُِمَومََقَُاَولُمََّرواَُج ََُللَِلََِمَنّاََقَاانَِاَتِصَاْ اَِيحََباَهَُفَاَأَُاَِوَمَُْهَرانوََاَُإَِِبََُكلنَّالَاسَََناََُكَتااجَوْنَاَكبََِلِِّهَتَُمََََاَوُِِاحََفَنَِْيََّّنَااَتلاََََّصناعَاََازَِلانَلَاََِةاْلَتََي Dari Zaid bin Al-Arqam radhiyallahuanhu berkata,\"Dahulu kami bercakap-cakap pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT \"Berdirilah untuk Allah dengan khusyu\". Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat\". HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah c. Pengecualian Bagi Masbuk Namun dalam pandangan mazhab ini, kewajiban membaca surat Al-Fatihah gugur dalam kasus seorang makmum yang tertinggal dan mendapati imam sedang ruku'. Maka saat itu yang bersangkutan ikut ruku' bersama imam dan sudah terhitung mendapat satu 3. Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah membedakan antara shalat jahriyah yang bacaan imamnya keras dengan shalat sirriyah yang bacaan imamnya lirih. 5 An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 3 hal. 344 s/d 350 Halaman 18 of 29 a. Shalat Jahriyah Dalam shalat jahriyah, dimana bacaan Al-Fatihah imam dikeraskan, maka para makmum hanya mendengarkan saja dan tidak membaca apapun. Sebab bacaan imam sudah dianggap menjadi bacaan makmum. Dasarnya hadits berikut ini ٌام ْنََاكا انََلاَهَُإِاماٌمََفاِقاراءاَةَُالَْاماَِمَلاهََُقِاراءاَة Orang yang punya imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya.HR. Ibnu Majah b. Shalat Sirriyah Namun dalam shalat sirriyah, dimana imam tidak mengeraskan bacaan surat Al-Fatihahnya, menurut kedua mazhab para makmum harus membaca sendiri-sendiri. Dasarnya adalah hadits berikut ini َأاَِفّنََاأُلِاَّبظَْهبِْرانََاوااكلْْعاع ْبصََِرار ِض ايَاََّّللَُ اعْنهََُاكا اَنَياْقارأَُ اخْل افَاِْلاماِم Bahwa Ubay bin Ka’ab radhiyallahuanhu membaca Al-Fatihah di belakang imam pada shalat Zhuhur dan Ashar. HR. Al-Baihaqi Halaman 19 of 29 C. Apakah Basmalah Termasuk Al-Fatihah? Terkait dengan surat Al-Fatihah, sering menjadi perdebatan orang-orang awam tentang bacaan basmalah bismillahirrahmanir-rahim di dalam surat Al-Fatihah. Ada sebagian orang yang tidak membaca basmalah saat membaca surat Al- Fatihah, dan hal itu menjadi bahan perdebatan yang tidak ada habisnya. Masalah ini kalau kita mau runut ke belakang, ternyata berhulu dari perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang apakah lafadz basmalah itu bagian dari surat Al-Fatihah atau bukan. Sebagian ulama mengatakan basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, dan sebagian yang lain mengatakan bukan. 1. Al-Hanafiyah Bukan Bagian Al-Fatihah Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Kalau pun kita membacanya di awal surat Al-Fatihah, kedudukannya sunnah ketika membacanya. Namun mazhab ini tetap mengatakan bahwa bacaan basmalah pada surat Al-Fatihah sunnah untuk dibaca, dengan suara yang sirr atau lirih. ُث َّم ُا ْخ ُت ِل َف ِ يف َأ َّن َها ِم ْن َفا ِت َح ِة ا ْل ِك َتا ِب َأ ْم ََل َف َع َّد َها ُق َّرا ُء ا ْل ُكو ِف ِّي َي آ َي ًة ِم ْن َها َوَل ْم َي ُع َّد َها ُق َّرا ُء ا ْل َب ْْ ِ ِّصي َي َوَل ْي َس َأ َّن َها آ َي ٌة ِم ْن َهاHفa يlِam ٌةaصnَ 2و0صoُ f 2 ْن9َع ْن َأ ْص َحا ِب َنا ِر َوا َي ٌة َم Para ulama berbeda pendapat tentang apakah basmalah termasuk Al-Fatihah atau bukan. Para ahli qiraat Kufah memandang basmalah bagian dari Al-Fatihah. Sedangkan ahli qiraat Bashrah memandangnya bukan dari Al-Fatihah. Dan tidak ada dari para ulama kami riwayat bahwa basmalah bagian dari Bahkan dalam hal ini, mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa basmalah juga bukan awal dari surat-surat dalam Al-Quran. َث َّم ُا ْخ ُت ِل َف ِ يف َأ َّن َها آ َي ٌة ِم ْن َأ َوا ِئ ِل ال ُّس َو ِر َأ ْو َل ْي َس ْت ِبآ َي ٍة َل ْي َس ْت َأ َّن َها ِم َعْ َنَ َألَواَِمئاِل َذا َلك ُّْ َرنساَو ِِرم ِ ْل َن ْت َِم ْكذا َْله َ ِج ْبه ِ َأر ِْب َصهاَحا ِب َنا ِم ْن َها ِبآ َي ٍة Kemudian diperselisihkan, apakah basmalah bagian dari awal surat-surat dalam Al-Quran yang menjadi bagian dari surat itu? Menurut kami dalam mazhab kami basmalah bukan bagian dari awal surat-surat dalam Al-Qura, karena tidak dibaca Jadi basmalah itu dianggap ayat Quran yang sifatnya berdiri sendiri, bukan bagian dari surat tertentu, kecuali dalam surat An-Naml ketika Nabi Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Balqis, 6 Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Quran jilid 1 hal. 8 7 Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Quran jilid 1 hal. 8 Halaman 21 of 29 diawali dengan basmalah yang lengkap. ََإَِنّهَُِم ْنَ ُسلاْي اما انَاوإَِنّهَُبِ ْسِمَاََّّلِلَالَّرَْٰحا ِنَالَّرِحيِم Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya isinya \"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. QS. An-Naml 30 Namun meski menganggap basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah, ulama mazhab Al-Hanafiyah tetap menyunnahkan untuk dibaca, asalkan dibaca sir. 2. Al-Malikiyah Bukan Bagian Al-Fatihah Sedangkan pandangan mazhab Al-Malikiyah, basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga tidak boleh dibaca dalam shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan juga baik dalam shalat jahriyah maupun sirriyah. Dasarnya adalah hadits berikut ini َََِءنَاَاَةَااَوألاَِِّبرْبَِْحلَايبْاِممََْكَِدََِرَََِّفَّلَِلَاوأَاَاّعُروامِلابَرَََقَِالاْاراواعءاعُاثْلَةااَِممااواايلَََناااِووفَاصاعلََاَلّلِْيَآياَيِْخَذُتَفاُِركَاهُاركااوخانْلُاَنواََباَِفياَْْفساتارَِمتُِسَاَُحوَّّلوِلَلاَََنااََلاََّّّلْلرَِلِْقَحاارا Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu berkata,”Aku shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahuanhum. Mereka memulai qiraat Halaman 22 of 29 dengan membaca al-hamdulillahirabbil alamin, dan tidak membaca bismillahirrahmanirrahim di awal qiraat atau di akhirnya”. HR. Bukhari dan Muslim Dalam hal ini pendapat mazhab Al-Malikiyah punya kesamaan dengan mazhab Al-Hanafiyah di atas, yaitu sama-sama berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Namun yang membedakan keduanya adalah bahwa dalam mazhab Al-Malikiyah, haram hukumnya melafadzkan masalah di dalam shalat yaitu ketika membaca Surat Al-Fatihah. Kalau pun mau dibaca juga, ada satu pendapat di kalangan ulama mazhab Al-Malikiyah yang membolehkan seseorang membaca basmalah di dalam Al-Fatihah, namun khusus untuk shalat sunnah dan bukan shalat wajib. 3. As-Syafi'iyah Bagian Dari Al-Fatihah Menurut mazhab As-Syafi'iyah, lafaz basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga wajib dibaca dengan jahr dikeraskan oleh imam shalat dalam shalat jahriyah. Dalilnya adalah hadits berikut ini ََََّنَاإاَِاذإِا َْحقاادارأُْْىتََالقاَّاراْلحاَِنَارَاُسلَّروُِحَليَِامَََّّلِلَََفاِإَبَِْقسااَِماَلاَََّّلِلَََاآلاعَاافيْناَِتِِاَاتاأاِةََِبفاَاقُْهاارريْءُاروااة Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,\"Bila kamu membaca Halaman 23 of 29 surat Al-Fatihah, maka bacalah bismillahirrahmanirrahim, karena bismillahir rahmanirrahim adalah salah satu ayatnya\". HR. Ad-Daruquthuny. ََبِ ْسِمََاََّّلَِلَالَّرْحا َِنََافالاَّرِِِتاحيةَََُِمالَِْكتاا ِبََ اسْب ُعََآَايتََإِ ْح ادا ُه َّن Fatihatul-kitab surat Al-Fatihah berjumlah tujuh ayat. Ayat pertama adalah bismillahirrahmanirrahim. HR. Al-Baihaqi8 َضَباِيَ َْساََِمَّّلَلَُاَََّّلِلَاعَْنالهََََُّرْاكحاا ِاَننََاَلإَِّراذاِحيَاَِمفَْتاتاَاحَ َالسواراَة ََِفَِالاع َْنََّصَلَااعَِةلَِيايَْقَارأَاُر Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu, beliau berkata,\"Rasulullah SAW memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmanirrahim. Hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Al- Bukhari dan Muslim dengan isnad yang shahih dari Ummi Salamah. Dan dalam kitab Al-Majmu' ada enam orang shahabat yang meriwayatkan hadits tentang basmalah adalah bagian dari surat Al- Maka dalam mazhab Asy-Syafi’iyah, ketika seseorang shalat, dia wajib membaca basmalah, karena merupakan bagian dari surat Al-Fatihah. Bila basmalah ini tidak dibaca, baik sengaja atau 8 As-Sunan Al-Kubra, jilid 2 hal. 45 9 An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 3 hal. 302 Halaman 24 of 29 terlupa, maka shalatnya ikut menjadi tidak sah juga. Selain itu, karena posisinya sebagai ayat pertama dalam surat Al-Fatihah, maka kalau giliran shalat jahriyah, basmalah ini dilafadzkan juga dengan jahr. Tidak ada alasan untuk tidak menjaharkannya. Pemandangan seperti inilah yang bisa kita saksikan di negeri kita, dimana para imam masjid menjaharkan bacaan basmalah mereka. Sebab di negeri kita Indonesia ini, ilmu fiqih yang beredar dan dipelajari secara masal memang fiqih mazhab Asy-Syafi’i. Apa yang dilakukan oleh para imam di masjid kita itu sama sekali tidak salah. Sebab itu merupakan bagian dari khazanah kekayaan ilmu fiqih Islam yang luas. Masing-masing punya dalil yang amat kuat. Kita tidak bisa seenaknya menyalahkan apa yang telah dianggap rajih oleh barisan ulama fiqih sepanjang zaman. 4. Al-Hanabilah Bagian Dari Al-Fatihah Sedangkan dalam pandangan Al-Hanabilah, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah. Dalam hal ini pandangannya sama dengan pandangan mazhab Asy-Syafi’iyah. Hanya saja ada sedikit perbedaan di antar kedua mazhab ini, yaitu basmalah tidak dibaca secara keras jahr, cukup dibaca pelan saja sirr. Dalam hal ini nampaknya mazhab ini melakukan thariqatul jam’i di antara dalil-dalil yang saling bertentangan. Beberapa hadits shahih Halaman 25 of 29 menyebutkan bahwa Nabi SAW tidak membaca basmalah. Namun di sisi lain, tidak mungkin Nabi SAW tidak membacanya. Maka ihtimalnya adalah bahwa Nabi SAW membacanya, namun tidak terdengar oleh para makmum dan para shahabat yang meriwayatkan haditsnya. Bila kita perhatikan imam Al-Masjidil Al-haram di Mekkah, tidak terdengar membaca basmalah, namun mereka sesungguhnya tetap membacanya, karena meyakini bahwa basmalah itu ayat pertama dari surat Al-Fatihah, yang kalau tidak dibaca maka shalatnya menjadi tidak sah. Umumnya orang-orang disana termasuk para imam di kedua masjid itu memang bermazhab Hanbali. Halaman 26 of 29 Penutup Kesimpulan dari isi buku ini 1. Jumhur ulama sepakat menjadikan surat Al- Fatihah sebagai rukun shalat yang mana shalat menjadi tidak sah bila tidak membacanya. 2. Para ulama berbeda pendapat apakah makmum juga wajib membaca surat Al- Fatihah ataukah diam saja. 3. Para ulama juga berbeda pendapat tentang apakah lafadz basmalah itu dibaca dalam shalat ketika membaca surat Al-Fatihah atau tidak. Buku ini memang kecil dan singkat pembahasannya. Hanya terdiri dari 28 halaman saja. Sengaja Penulis membuatnya demikian, maksudnya biar bisa habis sekali dibaca dan tidak jenuh apalagi membosankan. Buku ini saya tulis semata-mata untuk bisa dipelajari isinya. Saya wakafkan isi buku ini dalam format digital pdf agar praktis dan mudah dibagikan lewat berbagai media modern saat ini. Para pembaca tidak pelu membelinya dalam format hardcopy. Tidak ada keuntungan finansial dalam penyebaran buku pdf ini, selain hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT. Untuk membaca buku ini cukup menggunakan Halaman 27 of 29 smartphone saja. Tersimpan dalam memory yang praktis dan mudah bisa dibaca kemana saja. Dan juga mudah untuk dishare atau dibagikan secara cuma-cuma kepada orang lain. Saya dan beberapa teman juga menuliskan beberapa judul buku yang lain dan bisa diakses dan didowload secara gratis tidak berbayar di Semoga bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi para penuntut ilmu keislaman. Semoga yang menuliskannya serta yang membacanya sama- sama mendapatkan limpahan pahala yang besar dari Allah SWT. Amin ya rabbal ’alamin. Halaman 28 of 29 Profil Penulis Ahmad Sarwat, Lc,MA adalah pendiri Rumah Fiqih Indonesia RFI, sebuah institusi nirlaba yang bertujuan melahirkan para kader ulama di masa mendatang, dengan misi mengkaji Ilmu Fiqih perbandingan yang original, mendalam, serta seimbang antara mazhab-mazhab yang ada. Keseharian penulis berceramah menghadiri undangan dari berbagai majelis taklim baik di berbagai masjid, perkantoran atau pun di perumahan di Jakarta dan sekitarnya. Penulis juga sering diundang menjadi pembicara, baik ke pelosok negeri ataupun juga menjadi pembicara di mancanegara seperti Jepang, Qatar, Mesir, Halaman 29 of 29 Singapura, Hongkong dan lainnya. Penulis secara rutin menjadi nara sumber pada acara TANYA KHAZANAH di tv nasional TransTV dan juga beberapa televisi nasional lainnya. Namun yang paling banyak dilakukan oleh Penulis adalah menulis karya dalam Ilmu Fiqih yang terdiri dari 18 jilid Seri Fiqih Kehidupan. Pendidikan ▪ S1 Universitas Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia LIPIA Jakarta - Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab 2001 ▪ S2 Institut Ilmu Al-Quran IIQ Jakarta - Konsentrasi Ulumul Quran & Ulumul Hadis – 2012 ▪ S3 Institut Ilmu Al-Quran IIQ Jakarta - Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAT ▪ email [email protected] ▪ Hp 085714570957 ▪ Web ▪ ▪ ▪ Alamat Jln. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID gDeJIV9VnSmtFrhm-owOJc9YWv-ba0PEcL3uEOthBJ7pYsTYIHswpw==
Membaca Surah Al-Fatihah merupakan salah satu bagian dari rukun salat. Jika seseorang tidak membacanya, maka salatnya menjadi tidak sah. Akan tetapi ketika salat berjemaah, ada yang mengatakan bahwa salatnya makmum menjadi tanggung jawab imam. Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan apakah makmum harus pula membaca Al-Fatihah? Menurut pendapat kalangan mazhab Syafii, membaca Surah Al-Fatihah tetap menjadi kewajiban bagi setiap orang yang salat. Hanya saja, terdapat pengecualian bagi makmum masbuk tertinggal rakaat pertamanya dari imam, maka ia cukup membaca Surah Al-Fatihah sedapatnya. baca juga Bandung PPKM Level 2, Kapasitas Salat Berjemaah Jadi 75 Persen 5 Potret Menyentuh Doa Pemain di Piala Menpora 2021, Bikin Adem Bagaimana Hukum Memakai Sajadah Lebar saat Salat Berjemaah? Artinya, makmum masbuk tidak harus membaca utuh 7 ayat Surah Al-Fatihah. Jika hanya mendapat satu atau dua ayat pun tidak masalah. Bahkan, jika makmum masbuk mendapati imam sedang rukuk atau sujud, ia tidak harus membaca Al-Fatihah dan bisa langsung mengikuti gerakan imam. Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam rukuk, maka rukuklah. Jika imam bangkit dari rukuk, maka bangkitlah. Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah’, ucapkanlah robbana wa lakal hamd’. Jika imam sujud, sujudlah." HR. Bukhari dan Muslim Dari situlah, lahir ungkapan bahwa Surah Al-Fatihah ditanggung imam. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini salah satunya terdapat dalam kitab Kasyifah as-Saja Syarah Safinah an-Naja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani. Dalam kitab itu dikatakan, "Membaca Al-Fatihah wajib di setiap rakaat, baik salat dengan bacaan pelan Zuhur dan Ashar, atau pun keras Magrib, Isya, Subuh, dan Jumat, sebagai imam, makmum, atau pun sendirian, sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim yang mengatakan, 'Tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah'.” Ada pula hadis lain dari Abu Hurairah yang mengatakan, “Barang siapa yang melaksanakan salat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka salatnya itu kurang.” Perkataan ini diulang sampai tiga kali. HR. Imam Muslim. Sementara untuk bacaan ayat suci Al-Qur’an setelah membaca Surah Al-Fatihah hukumnya adalah sunah dianjurkan sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Jadi, jika makmum selesai membaca Surah Al-Fatihah lalu ia diam mendengarkan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca imam, maka salatnya tetap sah. Wallahu a'lam. []
Jakarta - Surat Al Fatihah dinamai oleh Allah dengan Al Quran al-Azhim. Menurut buku Rahasia Dahsyat Al Fatihah, Ayat Kursi dan Al Waqiah untuk Kesuksesan Karier dan Bisnis oleh Ustadz Ramadhan AM, tidak hanya Al Fatihah saja yang disebut sebagai Al Quran al-Azim, melainkan surat-surat lain yang berjumlah kenapa Al Fatihah dinamai demikian? Karena kandungan surat Al Fatihah meliputi aspek yang termuat di dalam Al Quran secara global. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda"Ummul Qur'an yakni Al-Fatihah adalah tujuh ayat yang berulang-ulang dan Al Quran al-Azhim." HR. Bukhari.Dalam buku Tafsir Surat Al Fatihah oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA, setidaknya ada tiga nama yang disepakati untuk Al Fatihah yakni Fatihatul kitab, Ummul Quran dan As-Sab'u Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka di dalam Tafsir Al Azhar mengatakan, menurut pendapat ulama yang terkuat, surat Al Fatihah diturunkan di Mekkah. Bagi umat Islam, rangkaian tujuh ayat dalam surat Al Fatihah tidak pernah absen dari kehidupan sehari-hari. Umm Al Quran ini dibaca dalam tiap sholat memanjatkan doa dan harapan pada Allah bacaan surat Al Fatihah dalam Arab, Latin dan Artinya yang dilansir dari Kemenag اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِBismillāhirraḥmānirraḥīmDengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang2. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙAlḥamdu lillāhi rabbil'ālamīnSegala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam3. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙAr raḥmānir raḥīmYang Maha Pengasih, Maha Penyayang4. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗMāliki yaumid dīnPemilik hari pembalasan5. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗIyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īnHanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan6. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَIhdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīmTunjukilah kami jalan yang الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَSirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ ḍāllīnYaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang Membaca AL Fatihah dalam SholatDalam riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW mengatakan bahwa surat Al Fatihah merupakan surat paling agung dalam Al Quran. Kedudukan surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ini juga telah disebutkan dalam surat Al Hijr ayat اٰتَيْنٰكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْاٰنَ الْعَظِيْمَ - ٨٧Artinya "Dan sungguh, Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." QS. Al Hijr 87Jumhur ulama mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa membaca surat Al Fatihah termasuk rukun sholat. Adapun, sholat yang dilakukan tanpa membaca surat Al Fatihah maka dianggap tidak ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit RA yang artinya, "Tidak sah sholat kecuali dengan membaca ummil-quran surat Al Fatihah" HR. Bukhari dan MuslimRiwayat tersebut senada dengan hadits Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Rasulullah SAW bersabdaلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِArtinya "Tidak sah sholatnya orang yang tanpa membaca Surat Al-Fatihah."Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i dalam buku Mausu'ah Masa 'Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy yang diterjemahkan oleh Matsuri Irham dan Asmul Taman memaparkan, bacaan surat Al Fatihah yang menjadi rukun sholat tersebut tidak dapat digantikan dengan bacaan Al Quran lain. Simak Video "Permintaan Maaf Wanita Simpan Al-Qur'an Dekat Sesajen-Akui Tertarik Islam" [GambasVideo 20detik] lus/erd
📚 Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir / Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri et. AL-FATIHAH DAN MAKNANYA Surat ini disebut al-Fatihah yang maknanya adalah pembuka kitab secara khat tulisan mushaf . Dengan surat inilah dibukanya bacaan dalam shalat-shalat. Surat ini disebut juga Ummul Kitab induk al-Qur’an berdasarkan pendapat jumhur ulama. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits shahih dan beliau juga menshahihkannya, dari Abu Hurairah 4 ia berkata “Rasulullah saw bersabda الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي "Alhamdulillah adalah induknya al Qur'an, induknya al Kitab, dan As Sab'ul Matsaani tujuh ayat yang diulang-ulang." Surat al-Fatihah disebut juga al-Hamdu dan ash-Sholaah, berdasarkan sabda Rasulullah saw yang baginda meriwayatkan dari Rabbnya, Allah berfirman قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ} الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي. “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca; 'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; Hamba-Ku telah memuji-Ku.” Surat al-Fatihah disebut ash-Sholaah karena termasuk syarat sahnya shalat. Surat al-Fatihah disebut juga ar-Ruqyah pengobat berdasarkan hadits Abu Sa’id ketika ia meruqyah dengan al-Fatihah seorang laki-laki yang terkena sengatan, maka Rasulullah saw bersabda وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ “Tidakkah engkau tahu bahwa al-Fatihah itu ruqyah.” Surat ini termasuk surat Makkiyyah diturunkan sebelum hijrah ke Madinah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Qatadah dan Abul Aliyah, berdasarkan firman Allah وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” JUMLAH AYATNYA Surat ini terdiri dari tujuh ayat tanpa ada perselisihan ulama, dan Basmalah adalah satu ayat yang berdiri sendiri pada awal surat al-Fatihah, sebagaimana pendapat jumhur Qurro’ ahli Qiro’at dari Kufah. Juga merupakan pendapat sejumlah Sahabat, Tabi’in dan sebagian ulama Khalaf. JUMLAH KATA DAN HURUFNYA Para ulama mengatakan, “Surat al-Fatihah terdiri dari 25 kata dan 113 huruf.” MENGAPA DINAMAKAN UMMUL KITAAB Imam Bukhari berkata di awal kitab tafsir “Disebut ummul Kitaab karena al-Fatihah ditulis pada permulaan Mushaf dan dibaca pada permulaan shalat.” Ada yang berpendapat “Disebut Ummul Kitaab karena seluruh makna al-Qur’an kembali kepada apa yang dikandungnya.” Ibnu Jarir mengatakan “Orang Arab menyebut kata umm’ untuk semua yang mencakup atau mendahului sesuatu jika ia memiliki perkara-perkara yang mengikutinya dan ia sebagai pemuka baginya. Seperti ummur ra’si adalah sebutan untuk kulit yang meliputi otak. Mereka menyebut bendera dan panji tempat berkumpulnya pasukan di bawahnya dengan sebutan umm.” Ia mengatakan “Kota Makkah disebut Ummul Quraa karena keberadaannya terlebih dahulu dan ia sebagai penghulu bagi kota-kota lainnya. Ada yang mengatakan “Disebut Ummul Quraa karena bumi terbentang darinya.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah 4, dari Nabi saw bahwa baginda berkata tentang Ummul Qur’an هِيَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَهِيَ الْقُرْآنُ الْعَظِيمُ "Ia adalah Ummul Quran, ia adalah as sab'ul matsaniy tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan ia adalah Al Quran Al 'Azhim." Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Hurairah 4 dari Rasulullah saw, baginda bersabda هِيَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ فَاتِحَةُ الْكِتَاب وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي “Ia adalah Ummul Qur’an, ia adalah Faatihatul Kitab dan ia adalah as-Sab’ul Matsani.” KEUTAMAAN AL-FATIHAH Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abi Sa’ad bin al-Mu’alla , ia berkata “Aku pernah mengerjakan shalat, kemudian Rasulullah saw memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya hingga aku menyelesaikan shalat. Setelah itu aku mendatangi baginda, maka baginda bertanya “Apa yang menghalangimu untuk menjawab “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi aku sedang mengerjakan shalat.” Lalu beliau bersabda “Bukankah Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” QS. Al-Anfal24 Setelah itu beliau bersabda ”Aku akan mengajarkan kepadamu satu surat yang paling agung dalam al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid.” Maka baginda memegang tanganku dan ketika beliau hendak keluar dari masjid, aku mengatakan “Wahai Rasulullah, engkau tadi mengatakan akan mengajarkan kepadakku surat yang paling agung dalam al-Qur’an. Baginda menjawab نعم، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ “Benar, alhamdulillahi Rabbil’alaminn adalah termasuk Assabu' Al Matsani tujuh ayat yang terulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” Demikian pula diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Hadits lain, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Fadha’il al-Qur’an dari Abu Sa’id al-Khudri “Kami pernah melakukan satu perjalanan, lalu kami singgah. Kemudian datanglah seorang budak wanita seraya berkata “Sesungguhnya kepala suku kami terkena sengataan, dan kaum lelaki kami sedang tidak ada di tempat. Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?” Maka berangkatlah bersamanya seorang laki-laki yang kami tidak pernah menyangka bahwa ia bisa meruqyah. Kemudian ia membacakan ruqyah dan kepala suku itu pun sembuh. Lalu kepala suku itu memerintahkan agar ia diberi tiga puluh ekor kambing dan kami diberi minum susu. Setelah kembali kami bertanya kepadanya “Apakah engkau pandai meruqyah atau pernah? Maka ia menjawab “Aku tidak meruqyah kecuali dengan Ummul Kitab al-Fatihah. Kami katakan”Jangan lakukan apa pun hingga kita menemui Rasulullah dan menanyakan hal ini kepada beliau. Sesampainya di Madinah kami menceritakan hal itu kepada Nabi saw , maka baginda bersabda وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ "Apakah kamu tidak tahu bahwa itu adalah ruqyah? Dan kalian telah mendapatkan imbalan darinya, maka bagilah dan berilah bagian untukku." Hadits lain. Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahihnya dan an-Nasa’i dalam Sunannya dari Ibnu Abbas ia berkata “Ketika Rasulullah saw tengah bersama Malaikat Jibril, tiba-tiba terdengar suara keras dari atas. Maka Jibril mengarahkan pandangannya ke langit seraya berkata “Itu adalah dibukanya sebuah pintu di langit yang belum pernah dibuka sebelumnya.” Ibnu Abbas melanjutkan “Dari pintu itu turunlah satu Malaikat dan menemui Nabi saw seraya berkata “Sampaikanlah kabar gembira kepada ummatmu tentang dua cahaya. Kedua cahaya itu telah diberikan kepadamu dan belum pernah diturunkan kepada seorang Nabi pun sebelummu, yaitu Faatihatul Kitaab dan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf darinya melainkan akan diberikan pahala bagimu.” Ini adalah lafazh dalam riwayat an-Nasa’i dan riwayat Muslim senada dengannya. HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT Hadits lain, diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ» ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ»؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ " قَالَ اللهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي - وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي - فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. "Barangsiapa shalat tanpa membaca Ummul Qur'an, maka shalatnya tidak sempurna, tidak sempurna, tidak sempurna.” Abu Hurairah di Tanya; Bagaimana bila kami berada di belakang imam?’ Dia menjawab; Bacalah Al Fatihah dengan suara lirih, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda “Allah berfirman 'Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca; 'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Arrahmaanir rahiim.’ Allah berfirman; Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Maaliki yaumid diin.’ Allah berfirman; Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin.’ Allah berfirman; Inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, sedangkan bagi hamba-Ku apa yang di mintanya.’ ketika seorang hamba membaca; Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdluubi 'alaihim waladl dllaallliin.’ Allah berfirman; Inilah bagian dari hamba-Ku, dan baginya apa yang di minta.’" Demikianlah yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i, dalam lafazh riwayat Muslim dan an-Nasa’i disebutkan فنصفها ليى ونصفها لعبدي ولعبدي ما سأل Setengahnya untuk-Ku dan setengah lagi untk hambaku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta PEMBAHASAN TENTANG HADITS INI, KHUSUSNYA BEBERAPA HAL TERKAIT AL-FATIHAH Dalam hadits ini al-Fatihah disebut juga dengan Shalaah maksudnya bacaan. Seperti firman Allah ta’ala وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” Maksudnya “bacaanmu”, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas. Demikian juga Allah berfirman dalam hadits qudsi ini “Aku telah membagi Shalah bacaan al-Fatihah menjadi dua bagian antara diri-Ku dan hamba-Ku. Separuh untuk diri-Ku dan separuh untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Kemudian Allah menjelaskan pembagian itu secara rinci dalam bacaan al-Fatihah. Ini menunjukkan agungnya bacaan al-Fatihah dalam shalat dan itu merupakan rukun yang utama. Di sini disebutkan ibadah shalat sedang yang dimaksud adalah satu bagian darinya yaitu bacaan shalat. Sebagaimana disebutnya kata qur’aan bacaan, sedangkan yang dimaksud adalah shalat, seperti dalam firman Allah وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dan dirikanlah pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat. Sebagaimana disebutkan secara jelas dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim “Shalat Subuh itu disaksikan oleh Malaikat malam dan Malaikat siang. WAJIBNYA MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT BAIK SEBAGAI IMAM, MAKMUM ATAUPUN SHALAT SENDIRIAN Seluruh penjelasan di atas menunjukkan bahwa bacaan al-Fatihah dalam shalat merupakan hal wajib menurut kesepakatan para ulama. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang telah disebutkan sebelumnya, yakni sabda Rasulullah saw Yang dimaksud dengan khidaj adalah kurang, yakni tidak sempurna sebagaimana dijelaskan dalam lanjutan hadits tersebut dengan kata-kata غير تمام. Disebutkan juga dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, sebuah hadits dari Ubadah bin ash-Shamit ia berkata “Rasulullah saw bersabda Demikian pula hadits yang tercantum dalam Shahih Ibni Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hibban dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah saw bersabda Hadits-hadits dalam bab ini sangatlah banyak. [Maka setiap orang yang shalat wajib membaca Fatihatul Kitaab baik ia sebagai imam, makmum ataupun shalat munfarid sendirian dalam setiap shalat dan dalam setiap raka’at, dan itu menjadi suatu kemestian]. TAFSIR AL-ISTI’AADZAH DAN HUKUM-HUKUMNYA Allah berfirman خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” QS. Al-A’raaf 199-200. Allah juga berfirman ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan Katakanlah "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung pula kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." Allah ta’ala berfirman وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” QS. Fushshilat 34-36. Tidak ada ayat lain yang memiliki makna seperti tiga ayat di atas. Allah memerintahkan manusia agar beramah tamah dengan musuh dari kalangan manusia agar dan berbuat baiki kepadanya sehingga bisa mengembalikannya kepada tabi’at asalnya, dalam berteman dan berkasih sayang. Sebaliknya, Allah memerintahkan agar memohon perlindungan kepada-Nya dari syaitan jenis jin dan tidak ada cara selainnnya. Karena dia tidak menerima ramah tamah maupun kebaikan. Ia tidak menghendaki sesuatu pun, kecuali kebinasaan anak Adam. Hal ini disebabkan karena kerasnya permusuhan antara dia dengan anak Adam, sebagaimana firman Allah يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” QS. Al-A’raf27. Allah juga berfirman إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuhmu, karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” 6. Dan Allah berfirman وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat "Sujudlah kamu kepada Adam[884], Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti dari Allah bagi orang-orang yang zalim.” Syaitan telah bersumpah kepada bapak kita Adam bahwa dia adalah pemberi nasihat baginya, padahal dia berdusta. Lalu bagaimana pula mu’malah syaitan dengan kita? Sementara mereka telah berkata قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ “Iblis menjawab "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” 82-83. Allah juga berfirman فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya syaitan hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” QS. An-Nahl 98-100. ISTI’AADZAH SEBELUM MEMBACA AL-QUR’AN Makna firman Allah فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ”Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” Yakni jika engkau hendak membaca, maka sebelumnya bacaalah isti’aadzhah a’uudzu billah minasy syaithaanir rajiim sebagaimana firman Allah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu.” 6. Yakni jika engkau mengerjakan shalat, maka berwudhu’lah terlebih dahulu. Hal ini juga berdasarkan hadits-hadits Nabi saw Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata “Apabila Rasulullah saw hendak mengerjakan shalat malam, maka beliau membuka shalatnya dengan bertakbir seraya mengucapkan سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ “Mahasuci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung Nama-Mu dan Mahatinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” Kemudian beliau membaca لا إله إلا الله sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau mengucapkan أَعُوذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari syaitan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan hembusannya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh para penulis kitab Sunan yang empat. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz ditafsirkan dengan cekikan yang menyebabkan kematian, kata an-nafkh ditafsirkan dengan kesombongan dan an-nafth dengan sya’ir. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im dari ayahnya, ia berkata “Aku melihat Rasulullah saw ketika mulai mengerjakan shalat, beliau mengucapkan اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ثَلَاثَا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ثَلَاثَا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ثَلَاثَا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Allahu Akbar kabiiraa Allah Mahabesar, sebanyak tiga kali, Alhamdulillaahi kathira segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak sebanyak tiga kali dan Subhanallah bukratan wa shiila Mahasuci Allah di waktu pagi dan petang sebanyak tiga kali. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ganguan syaitan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan hembusannya.” Amr berkata “Makna al-hamz adalah cekikan yang menyebabkan kematian, an-nafkh adalah kesombongan dan an-nafth adalah sya’ir.” Ibnu Majah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali bin al-Mundzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail, telah menceritakan kepada kami Atha’ bin as-Sa’ib dari Abu Abdirahman as-Sulami dari Ibnu Mas’ud dari Nabi saw, beliau bersabda اللهم إنى أَعُوذُ بِك مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ganguan syaitan787 Ibnu Majah berkata, “Al-hamz artinya al-mautah cekikan yang menyebabkan kematian, an-nafkh adalah kesombongan dan an-nafth adalah sya’ir. MEMBACA TA’AWWUDZ KETIKA MARAH Al-Hafiz Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin Al-Mutsanna Al Musholi meriwayatkan dalam kitab Musnahnya dari Ubay Bin ka'ab , ia berkata “ Dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi , hidung salah seorang dari keduanya mengembang dan mengempis karena marah. Maka beliau bersabda “ Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang ia rasakan. Yaitu ucapan أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “ audzubillahi minas syaiton nirojim Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk . ” Demikian yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah. Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman Shurad ia berkata “ Ada dua orang laki-laki saling mengejek di hadapan Nabi , sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mengejek yang lainnya dalam keadaan marah dan wajah yang memerah. Maka Rasulullah bersabda إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ “Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya niscaya akan hilang kemarahannya yaitu ucapan a'udzu billahi minas syaiton nirojim Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk .” Maka para sahabat berkata kepada orang itu “ Tidakkah engkau apa yang disabdakan ya Rasulallah? ” orang itu menjawab sesungguhnya aku bukanlah orang yang kurang akal.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa'i. Masih banyak hadits-hadits yang menyebutkan tentang isti'adzah ini yang terlalu panjang pembahasannya jika disebutkan di sini, tempat pembahasannya dalam kitab al-Adzkar kumpulan dzikir dan Fadhoil al-A’mal amalan-amalan yang utama, wallahua’lam. ISTI’AADZAH WAJIB ATAUKAH SUNNAH MASALAH Jumhur ulama berpendapat bahwa isti'adzah itu hukumnya sunnah bukan suatu kewajiban yang jika seseorang meninggalkannya ia berdosa. Imam ar Razi menceritakan dari Atha' bin Abi Rabah tentang wajibnya isti'adzah dalam shalat atau di luar shalat ketika membaca Al-Qur’an. Ar-Razi berhujjah dengan riwayat Atha' dengan makna Zahir ayat ﭽ ﮠﭼ “Maka hendaklah kamu meminta perlindungan.” Ini adalah perintah yang zhahirnya menunjukkan wajib. Juga karena nabi rutin melakukannya. Juga karena isti'adzah dapat menolak keburukan syaitan. Sedangkan suatu perkara yang tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka perkara itu pun wajib. Disamping itu isti'adzah menunjukkan kehati-hatian. Maka, Jika seorang yang berlindung mengucapkan “Auudzu billaahi minasy syaitonir rojiim, ” maka cukup baginya. SEBAGIAN RAHASIA ISTI’AADZAH Diantara manfa'atnya adalah untuk mensucikan mulut dari kata-kata yang sia-sia dan kotor juga mengharumkan nya dari semua itu. Isti'adzah digunakan untuk membaca firman-firman Allah. Isti'adzah mengandung arti memohon pertolongan kepada Allah, mengakui kekuasaannya sekaligus kelemahan dirinya sebagai seorang hamba dan sebuah pengakuan ketidakberdayaan lawan sejati yang tersembunyi di mana seorang pun tidak mampu menolak & mengusirnya kecuali Allah yang telah menciptakannya. Di mana syaitan tidak bisa diajak berpura-pura juga tidak bisa dipengaruhi dengan kebaikan. Berbeda dengan musuh jenis manusia. Sebagaimana yang telah ditunjukkan tentang hal itu dalam 3 ayat di surat-surat Al-Matsani yaitu Al A'raf 200, al-Mu'minun 97, Fushilat 35, dan firman Allah ta'ala إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga.” Malaikat Allah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia, maka barangsiapa dibunuh oleh musuh dari kalangan manusia yang terlihat ia mati syahid. sebaliknya, barang siapa yang terbunuh oleh musuh tak terlihat syaitan maka ia menjadi terusir. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh nyata ia mendapatkan pahala, sebaliknya barang siapa dikalahkan oleh musuh yang tidak terlihat maka tertipu dan menanggung dosa. Ketika syaitan melihat manusia dan manusia tidak bisa melihatnya maka ia meminta pertolongan kepada yang melihat setan dan setan tidak bisa melihatnya Allah. Pasal Isti'adzah artinya memohon perlindungan dan bersandar kepada Allah dari kejahatan segala yang jahat. Kata al-'iyaadzah digunakan untuk mohon pertolongan dalam menolak kejahatan, sedangkan kata al-liyaadz untuk memohon pertolongan dalam meraih kebaikan. MAKNA ISTI’ADZAH Makna Au’dzu billahi minasy syaitonir rojiim adalah aku memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang engkau perintahkan atau menyuruhku untuk mengerjakan apa yang engkau larang. Karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaitan dari manusia kecuali Allah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar membujuk syaitan dari jenis manusia dan berbuat baik kepadanya agar dapat merubah tabi’at dan kebiasaannya mengganggu. Akan tetapi, Allah memerintahkan berlindung kepadanya dari syaitan bangsa jin, karena ia tidak menerima pemberian dan tidak dapat diberikan iming-iming juga tidak terpengaruh dengan kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya kecuali yang telah menciptakannya. Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat al-qur'an di mana saya tidak mengetahui ada ayat ke 4 yang semakna. Yaitu firman Allah dalam surat al-A'raf خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. QS. Al-A’raaf 199 Ayat di atas berkenaan dengan mu’amalah terhadap musuh dari kalangan manusia. Dilanjutkan dengan firman-Nya وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” QS. Al-A’raaf 200. Allah berfirman dalam surat al-Mu’minun ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan Katakanlah "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung pula kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." 96-98. Allah berfirman dalam surat Fushshilat وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. 34-36. ASAL PENAMAAN SYAITAN Dalam bahasa Arab, kata syaitan berasal dari شَطَنَ yang berarti jauh, artinya tabiat syaitan beda jauh dari tabi’at manusia. Juga karena jauh dari kebaikan karena sifat fasiqnya. Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaitan itu jelaskan berasal dari kata شَاطَ terbakar, karena ia diciptakan dari api. Ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar akan tetapi makna pertama lebih tepat. Menurut Sibawaih, orang Arab mengatakan تَشَيْطَنَ فُلانٌ apabila si fulan itu berbuat seperti perbuatan syaitan. Jika kata syaitan itu berasal dari kataشَاطَ tentunya mereka akan mengatakan تَشَيَّطَ, maka menurut pendapat yang benar, kata syaitan berasal kataشَطَنَ yang berarti jauh. Oleh karena itu mereka menyebut setiap yang durhaka baik dari kalangan jin, manusia maupun hewan dengan sebutan syaitan. Allah berfirman وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ “Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dan jenis jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan sebuah hadits dari Abu Dzar , ia berkata “Rasulullah bersabda يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ قَالَ نَعَمْ "Wahai Abu Dzar, berlindunglah pada Allah dari gangguan setan manusia dan jin." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada setan dari manusia?" Beliau menjawab "Ya." Dalam Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits yang juga dari sahabat Abu Dzar, ia berkata “Rasulullah bersabda يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ قُلْتُ يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ “Shalatnya akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam.' Aku bertanya, 'Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari anjing merah dan kuning? Dia menjawab, 'Aku pernah pula menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam sebagaimana kamu menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, 'Anjing hitam itu syaitan.” Ibnu Jariri meriwayatkan bahwa sayyidina Umar bin al-Khattab menaiki kuda besar dan gagah, namun kuda itu berjalan dengan lagak, maka beliau memukulnya, akan tetapi malah bertambah lagak jalannya, sehingga beliau turun dari kuda tersebut. Beliau berkata “Tidaklah kalian membawakan kepadaku kecuali syaitan. Aku tidak turun darinya hingga aku mengingkari.” MAKNA AR-RAJIIM Ar-rajiim berwazan فعيل subyek bermakna مفعول obyek. Maknanya bahwa syaitan itu dikutuk dan dijauhkan dari segala kebaikan. Sebagaimana firman Allah وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” Allah berfirman إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَىٰ وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ دُحُورًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, Yaitu bintang-bintang. Dan telah memeliharanya sebenar-benarnya dari Setiap syaitan yang sangat durhaka. Syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan pembicaraan Para Malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi Barangsiapa di antara mereka yang mencuri-curi pembicaraan; Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” Firman Allah وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang di langit dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang Nya. Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk. Kecuali syaitan yang mencuri-curi berita yang dapat didengar dari malaikat lalu Dia dikejar oleh semburan api yang terang.” QS. Al-Hijr16-18 Dan ayat-ayat lainnya. Ada yang berpendapat bahwa kata رجيم bermakna راجم yang melempar. Karena syaitan melemparkan kepada manusia rasa waswas dan bisikan. Hanya saja makna yang pertama lebih masyhur dan lebih tepat. AL-FATIHAH, AYAT 1 Para Sahabat memulai Kitabullah dengan Basmalah. Para ulama sepakat bahwa بسم الله الرحمن الرحيم merupakan salah satu ayat dari surat an-Naml. Tetapi mereka berbeda pendapat, apakah ia merupakan ayat yang berdiri sendiri pada setiap awal surat, atau merupakan bagian dari awal masing-masing surat yang ditulis pada pembukaannya, atau merupakan salah satu ayat dari setiap surat. Di antara Sahabat yang menyatakan bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surat kecuali surat at-Taubah adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubar, Abu Hurairah dan Ali. Sedangkan dari kalangan Tabi’in adalah Atha’, Thawus, Sa’id bin Jubair, Makhul dan az-Zuhri. Hal yang sama juga dikatakan oleh Abdullah Ibnu Mubaral. Imam asy-Syafi’I, Ahmad bin Hambal menurut satu riwayat, Ishaq bin Rahawaih, dan Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya mengatakan bahwa basmalah tidak termasuk ayat dari surat al-Fatihah, tidak juga surat-surat yang lain. Menurut Daud, basmalah terletak pada awal setiap surat akan tetapi bukan bagian darinya. Demikian pula menurut satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal. HUKUM JAHR DIKERASKAN DAN ISRAAR DIPELANKAN BASMALAH KETIKA SHALAT JAHRIYAH Mengenai bacaan basmalah secara jahr, maka yang berpendapat bahwa basmalah itu bukan termasuk ayat surat al-Fatihah, maka membacanya tidak jahr . Demikian juga yang mengatakan bahwa basmalah adalah satu ayat dari awal al-Fatihah. Adapun mereka yang berpendapat bahwa basmalah merupakan bagian pertama dari setiap surat, dalam hal ini mereka berbeda pendapat. Imam Syafi’I berpendapat bahwa basmalah dibaca secara jahr bersama al-Fatihah dan juga surat-surat lainnya. Inilah mdzhab sekelompok Sahabat, Tabi’in serta pendapat ulama Salaf maupun Khalaf. Di antara Sahabat yang membacanya secara jahr adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Mu’wiyah . Ibnu Abdil Barr dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Umar dan Ali. Al-Khatib meriwayatkan termasuk khalifah yang empat yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Akan tetapi riwayat ini ghariib. Sedangkan dari Tabi’in diantaranya Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, az-Zuhri, Ali bin al-Hasan dan putranya Muhammad bin Ali, Sa’id bin al-Musayyab, Atha’, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab al-Quradzi, Abu Bakar bin Muhammad Amr bin Hazm, Abu Wa-il, Ibnu Sirin, Muhammad bin al-Munkadir, Ali bin Abdillah bin Abbas dan anaknya yakni Muhammad, Nafi’ maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdil Aziz, al-Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu asy-Sya’tsa’, Makhul dan Abdullah bin Ma’qil bin Muqrin. Al-Baihaqi menambahkan Abdullah bin Shafwan dan Muhammad bin al-Hanafiyah. Sementara Ibnu Abdil Barr menambahkan Amr bin Dinar. Adapun dalilny adalah karena basmalah bagian dari al-Fatihah. Maka ia pun dibacar keras seperti ayat-ayat lainnya. Demikian juga telah diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam kitab Sunan, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka, serta al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah bahwasanya beliau mengerjakan shalat dan membaca basmalah secara jahr. Setelah selesai beliau mengatakan “Aku yang paling mirip sholatnya dengan Rasulullah di banding kalian.” Hadits ini dishahihkan oleh ad-Daaruquthni, al-Khatib, al-Baihaqi dan yang lainnya. Dalam Shahih Bukhari disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik , bahwa beliau pernah ditanya tentang shalat Rasulullah , maka beliau menjawab “Bacaan beliau itu sesuai dengan panjang pendeknya.” Kemudian Anas membaca bismillahirahmaanirahiim, dengan memanjangkan kalimat bismillah, lalu ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad, Sunan Abi Daud, Shahih Ibnu Khuzaimah dan Mustadrak al-Hakim dari Ummu Salamah , beliau berkata “Rasulullah memutus-mutus bacaan beliau di setiap akhir ayat”Bismillaahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillaahi Rabbil aalamiin. Ar-rahmaanir rahiim. Maaliki yaumiddiin.” Imam al-Daruquthni mengatakan, “Sanad-sanadnya shahih.”Imam Syafi’I dan al-Hakim dalam kitab Mustadraknya meriwayatkan dari Anas, bahwasanya Mu’awiyah mengerjakan shalat di Madinah dan beliau meninggalkan basmalah tidak mengeraskan bacaannya, maka para Sahabat Muhajirin mengingkarinya. Kemudian Mu’awiyah mengerjakan shalat untuk kedua kalinya dengan membaca basmalah secara jahr.” Semua hadits dan atsar yang kami sebutkan di atas kiranya sudah cukup menjadi hujjah bagi pendapat ini atas pendapat yang menentangnya. Adapun tentang riwayat-riwayat lain yang bertentangan dan asing, tentang jalur-jalurnya, mengetahui kecacatannya, kedhaifannya serta penetapannya dijelaskan pada tempat yang lain. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa basmalah tidak dibaca jahr dalam shalat. Inilah pendapat yang shahih dari Khalifah yang empat, Abdullah bin Mughaffal, dan beberapa golongan ulama salaf dari kalangan Tabi’in dan ulama khalaf. Ini pula yang menjadi pendapat madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan Ahmad bin Hambal. Adapun menurut Imam Malik, basmalah tidak dibaca sama sekali, baik secara jahr maupun sirr. Mereka berdalil dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Aisyah , beliau berkata “Rasulullah membuka shalat dengan takbir dan bacaan alhamdu lillaahi Rabbil aalamiin.” Diriwayatkan pula dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin Malik, ia menceritakan”Aku pernah shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua membuka shalat dengan bacaan alhamdu lillaahi Rabbil aalamiin.” Menurut riwayat Muslim” Mereka tidak menyebutkan “Bismillaahirrrahmaanirahiim” pada awal bacaan dan tidak juga pada akhirnya.” Hal yang sama juga terdapat dalam kitab-kitab Sunan diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal . Demikianlah dasar-dasar pengambilan pendapat para imam mengenai masalah ini. Pendapat mereka tidaklah jauh berbeda, karena mereka semua sepakat bahwa orang yang shalat, baik membaca basmalah secara jahr maupun secara sirr keduanya adalah sah. Segala puji dan karunia hanyalah milik Allah . Pasal KEUTAMAAN BASMALAH Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya meriwayatkan dari seorang Sahabat yang membonceng Nabi , ia berkata “ لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ، فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ، تَعَاظَمَ، وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ، وَإِذَا قُلْتَ بِسْمِ اللهِ، تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيرَ مِثْلَ الذُّبَابِ “Janganlah engkau mengucapkan Celakalah syaitan.’ Karena jika engkau mengucapkannya, maka ia akan membesar dan berkata dengan kekuatannku, aku akan jatuhkan dia.’ Jika engkau mengucapkan bismillah, maka ia akan menjadi kecil hingga seperti seekor lalat.” An-Nasa’i juga meriwayatkan dalam kitab Amalul Yaum wal Lalilah dan Ibnu Mardawaih dalam kitab tafsirnya dari Usamah bin Umair, ia berkata”Aku pernah dibonceng oleh Nabi ,” lalu ia menyebutkan kejadiannya, dan Nabi bersabda لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّهُ يَتعاَظَمُ حَتَّى يَكون كالْبَيْتِ وَيَقُولُ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ , وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللهِ فَإِنَّهُ يَصْغُرُ حَتَّى يَكونَ كالذُّبَابَةِ “Jangan mengucapkan itu, karena syaitan akan membesar seperti rumah. Akan tetapi ucapkanlah Bismillah’, niscaya ia akan menjadi kecil seperti lalat.” Ini merupakan pengaruh dari keberkahan bismillah. DISUNNAHKAN MEMBACA BASMALAH SEBELUM MEMULAI SETIAP PEKERJAAN Oleh karena itu disunnahkan membaca basmalah pada awal setiap ucapanh maupun perbuatan. Disunnahkan juga membacanya pada awal khutbah berdasarkan dalil yang ada. Juga disunnahkan membacanya sebelum masuk ke kamar kecil, berdasarkan hadits dalam masalah ini. Demikian juga sebelum berwudhu’ berdasarkan hadits dalam Musnad Imam Ahmad dan juga dalam kitab-kitab Sunan dari riwayat Abu Hurairah, Sa’id bin Zaid dan Abu Sa’id secara marfu’, Rasulullah bersabda لا وضوءَ لِمَن لم يَذكُرِ اسمَ الله عليه “Tidak sempurna wudhu’ yang tidak menyebut Nama Allah mengucapkan basmalah padanya.” Hadits ini hadits hasan. Demikian pula disunnahkan membacanya sebelum makan, berdasarkan hadits dari Shahih Muslim, bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada anak tiri beliau, Umar bin Abi Salamah قل بسْمَ اللهِ وكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Ucapkan bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat darimu.” Disunnahkan juga membacanya ketika hendak berhubungan suami istri, berdasarkan hadits dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Abbas , bahwa Rasulullah bersabda لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Seandainya salah seorang dari kalian hendak menggauli isterinya ia membaca “Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithaan wa jannibisy syaitaan maa razaqtanaa Dengan menyebut Nama Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami, maka jika Allah menakdirkan lahirnya anak, maka anak itu tidak akan diganggu oleh syaitan selamanya.” DENGAN PERKATAAN APA LAFADZ BISMILLAH’ BERSANDAR Dari uraian yang telah lalu jelaslah bagi kita bahwa dua pendapat di kalangan ahli Nahwu dalam masalah apa yang dikaitkan dengan huruf ba’ pada ucapan bismillah, apakah ia isim kata benda atau kah fi’il kata kerja, bahwa pendapat keduanya menyerupai. Kedua pendapat tersebut terdapat landasan di dalam al-Qur’an. Adapun jika mengaitkannya dengan kata benda, maka taqdir kalimatnya adalah perkataan bismillah ibtidaa’i dengna menyebut Nama Allah permulaanku melakukan sesuatu perbuatan. Seperti firman Allah وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ “Dan Nuh berkata "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Adapun mengaitkannya dengan kata kerja, baik bentuk perintah maupun berita, misalnya ibda’ bismillah mulailah dengan menyebut Nama Allah atau ibtada’tu bismillah’ aku memulai dengan bismillah, maka seperti firman Allah اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan.” 1 Keduanya benar, karena fi’il pasti memiliki mashdar kata dasar. Maka engkau mentaqdirkan fi’il dan mashdarnya. Ia berkaitan dengan fi’il yang engkau sebutkan sebelumnya, seperti kata qiyaman berdiri, qu’uudan duduk, aklan makan, wudhu’an wudu’, atau shalatan shalat. Maka yang disyari’atkan adalah menyebut Nama Allah sebelum memulai semua itu, untuk meraih berkah, kebaikan dan pertolongan agar pekerjaan itu sempurana dan dapat diterima. Wallahu a’lam. MAKNA LAFDZUL JALALAH الله Allah merupakan nama untuk al-Rabb tabaaraka wa ta’aala. Dikatakan bahwa Allah nama yang paling agung, karena nama itu menyandang semua sifat. Sebagaimana Allah berfirman هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ۖ هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Dengan demikian semua Nama-Nama yang baik itu merupakan sifat-Nya, sebagaimana firman Allah وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.” Juga firman Allah قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةً غَيْرَ وَاحِدٍ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ “Sesungguhnya Allah memiliki 99 sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa menjaganya, niscaya ia masuk Surga.” TAFSIR AR-RAHMAAN AR-RAHIIM Ar-Rahman dan ar-Rahiim meruapakan dua Nama dalam bentuk mubalaghah bermakna lebih yang berasal dari asal kata الرحمة, namun kata rahmaan memiliki makna lebih dalam. Dalam pernyataan Ibnu Jarir, dapat difahami adanya kesapakatan mengenai hal itu. Imam al-Qurthubi berkata “Dalil yang menunjukkan bahwa nama ini musytaq bukan asli yang terbentuk dari kata lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abdurrahman bin Auf bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا الرَّحْمَنُ وَأَنَا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَشَقَقْتُ لَهَا مِنَ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُه Allah Azza wa Jalla berfirman “Aku adalah ar-Rahmaan, Aku telah mencipkan rahiim kekerabatan. Aku telah menjadikan untuknya nama dari Nama-Ku. Barangsiapa menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barang siapa memutuskannya, maka Aku akan memutusnya. Imam al-Qurthubi berkata “Ini merupakan nash yang menunjukkan bahwa nama tersebut musytaq. Sedangkan pengingkaran orang-orang Arab terhadap nama ar-Rahman disebabkan kejahilan mereka tentang Allah dan apa yang wajib bagi-Nya.” Beliau melanjutkan, “Kemudian dikatakan, keduanya memiliki satu makna, misalnya kata nadmaan dan nadiim, demikian dikatakan oleh Abu Ubaid. Ada juga yang mengatakan bahwasanya wazan timbangan kata فعلان tidak seperti فعيل. Karena kata fa’laan tidak digunakan kecuali pada fi’il yang memiliki makna lebih, seperti ucapanmu rajulun ghodhbaan untuk menyebut seorang laki-laki yang kemarahan sedang memuncak. Adapun fa’iil terkadang bermakna فاعل subjek atau مفعول objek. Abu Ali al-Farisi berkata “Ar-Rahmaan merupakan nama yang bersifat umum meliputi segala bentuk rahmat, dan dikhususkan bagi Allah semata. Sedangkan ar-Rahiim ditunjukkan bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” QS. Al-Ahzab43. Ibnu Abbas berkata “Keduanya adalah dua nama yang mengandung kelembutan. Salah satunya lebih lembut dari yang lainnya, yakni lebih banyak mengandung rahmat.” Ibnu Jarir meriwayatkan Telah berkata kepada kami as-Sarii bin Yahya at-Tamimi, telah berkata kepada kami Utsman bin Zufar, aku mendengar al-Azrami berkata tentang ar-Rahmaan ar-Rahiim, ia berkata “Ar-Rahmaan untuk seluruh makhluk dan ar-Rahiim untuk orang-orang yang beriman.” Mereka mengatakan Karena Allah berfirman الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dialah yang Maha pemurah.” الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ “yaitu Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.” 5. Allah menyebutkan istiwa’ bersemayam dengan Nama ar-Rahmaan untuk meliputi seluruh makhluk dengan rahmat-Nya. Adapun tentang makna ar-Rahiim Allah berfirman هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”QS. Al-Ahzab 43. Dalam ayat ini Allah mengkhususkan dengan nama ar-Rahiim, ini menunjukkan bahwa ar-Rahmaan lebih mengandung rahmat karena keumumannya di dunia dan akhirat dan untuk seluruh makhluk-Nya. Adapun ar-Rahiim dikhususkan bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi disebutkan dalam sebuah do’a Rasulullah “Rahman pengasih di dunia dan di akhirat dan Rahiim penyayang pada keduanya. Nama ar-Rahman khusus bagi Allah dan tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Sebagaimana firman Allah قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik ". Firman Allah وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رُّسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِن دُونِ الرَّحْمَٰنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ “Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?.” Az-Zhuruf45 Oleh karena itu ketika Musailamah al-Kadzdzab dengan kesombongnnya menamakan dirinya dengan Rahmaanul Yamamah, maka Allah memakaikan kepadanya pakaian kebohongan dan terkenal dengannya. Dia tidak dipanggil melainkan dengan sebutgan Musailamah si pendusta. Maka jadilah ia lambang kebohongan bagi penduduk kota maupun penduduk desa dari kalangan Arab Badui. Oleh karena itulah didahulukan nama Allah yang tidak bisa penamaan oleh selain-Nya. Menyifatkan Allah terlebih dahulu dengan sifat ar-Rahman yang tidak boleh disandang oleh selain-Nya, sebagaimana firman Allah قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik.” Adapun kepongan Musailamah dengan menamakan dirinya ¬Rahmann al-Yamamah tidak ada yang mengikutinya dalam hal ini kecuali orang yang bersamanya dalam kesesatan. Sementara ar-Rahiim Allah menyiafatkan juga dengan sifat itu makhluknya. Allah berfirman لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” QS. At-Taubah 128. Sebagaimana Allah menyifatkan selain-Nya denga Nama-Nya yang lain. Seperti firman Allah إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur[1535] yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.” QS. Al-Insaan2. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa di antara Nama-Nama Allah ada yang boleh diberikan kepada selain-Nya, dan ada juga yang tidak boleh diberikan , seperti ar-Rahmaan, al-Khaaliq, ar-Razzaaq dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, Dia memulai dengan Nama-Nya yang paling terkenal yaitu Allah dan kemudian menyifatinya dengan ar-Rahmaan, karena ar-Rahmaan lebih khusus dan lebih dikenalo daripada ar-Rahiim. Nama yang disebutkan lebih dulu adalah nama yang paling mulia, oleh karena itu Allah memulai dengan menyebutg Nama-Nya yang lebih khusus dan seterusnya. Telah disebutkan dalam hadits Ummu Salamah bahwa Rasulullah biasa memutus bacaan beliau huruf demi huruf Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi Rabbil’aalamin. Arrahmaanirrahiim. Maalikiyaumiddiin. Maka sebagian ulama pun membacanya demikian. Tetapi di antara mereka ada pula yang menyambungnya antara Basmalah dan ayat aneka ragam penjelasan dari banyak ahli ilmu mengenai isi dan arti surat Al-Fatihah ayat 1 arab-latin dan artinya, moga-moga berfaidah untuk kita bersama. Bantulah dakwah kami dengan mencantumkan hyperlink ke halaman ini atau ke halaman depan
hukum bacaan surat al fatihah